Mudik Bersama Ke Surga

Ada sebuah paradoks menahun di negeri kita. Yaitu, ketika mendekati hari raya umat Islam di Indonesia kini semakin disibukkan oleh itikaf mudik. Mengapa itikafnya saya coret, karena di sanalah paradoks itu bermula. Idealnya, di sepuluh hari terakhir Ramadhan ini, kita dianjurkan untuk meningkatkan ibadah, beribadah demi menggapai lailatul qadar yang kebaikannya setara dengan seribu bulan itu. Namun, prakteknya (kebanyakan) kita justru menghabiskan waktu tersebut untuk hunting tiket, mal-mal perbelanjaan, diihabiskan sebagian besar waktunya dijalanan sambil terjebak kemacetan dan seterusnya. Itu realitanya, karena saya sendiri sering pernah mengalami.

Budaya mudik, ternyata tidak hanya milik orang Indonesia , tidak pula milik umat Islam saja. Mudik pada dasarnya milik semua umat manusia. Jika tidak percaya, cobalah gogling maka Anda akan menemukan budaya ini di banyak belahan dunia.

Ya karena sejatinya, mudik adalah sebuah panggilan jiwa yang bersifat universal. Seberapa sukses kita, senyaman apa dan atau sepopuler apa kita di tanah orang, seorang perantau pasti ingin kembali ke tanah kelahiran, rindu akan kampung halaman di suatu saat nanti. Karena kampung halamanlah, tempat di mana kita bisa menemukan kebahagiaan dan kegembiraan. Dengan kata lain dengan mudik, kita sebenarnya rindu akan kegembiraan. Kegembiraan, yang mungkin tidak bisa kita dapat di tanah rantau. Dan orang yang paling beruntung itu, ketika ia mudik (pulang) dia tiba di tempat tujuan di waktu yang direncanakan dan selamat.

Hidup kita di dunia ini, hakikatnya adalah sebuah perjalanan mudik. Mudik kemana? tentu ke rumah asal kita, dan di mana itu? tidak lain adalah surga. Ya, nabi Adam dan istrinya, Hawa adalah penduduk aseli surga. Yang kemudian diperjalankan oleh Allah di muka bumi (karena kesalahan mereka), untuk nantinya kembali lagi ke surga setelah hari kiamat kelak.

“Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.” QS Al-Baqarah 2:35.

Namun, seperti halnya mudik. Ternyata, tidak semua pemudik sampai tujuan dengan lancar dan selamat, ada yang kesasar, kejebak macet, atau ada pula yang meninggal karena sebab kecelakaan. Begitu pula dengan perjalanan mudik manusia ke surga. Ada yang langsung wess sami tujuan (surga), tersendat-sendat (mampir sebentar di neraka), bahkan ada yang tak pernah kembali (kekal di neraka).

Ada satu kesamaan yang lain, setiap kali musim mudik ini tiba. Pemudik biasanya rombongan dengan keluarganya dan ada pula yang sendirian. Tak jauh beda, mudik ke surga pun demikian adanya.

Dalam surah Az-Zukhruf ayat 70, Allah berfirman:

ادْخُلُوا الْجَنَّةَ أَنْتُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ تُحْبَرُونَ

“Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan isteri-isteri kamu digembirakan”

Dalam ayat tersebut, ادْخُلُوا الْجَنَّةَ (masuklah kamu ke surga) adalah sebuah kalimat perintah, sejajar dengan ayat أَقِمِ الصَّلَاةَ (dirikanlah shalat) dan ayat-ayat perintah yang lain di dalam Al-Quran. Kembali ke surah Az-Zukhruf ayat 70, dalam ayat tersebut Allah dengan jelas memerintahkan kita untuk mudik (kembali ke surga) bersama, dengan siapa? dengan isteri-isteri (keluarga) kita, karena kelak di sana kita akan digembirakan. Jadi jelas, pada ayat tersebut kita diperintahkan untuk masuk ke surga secara bersama-sama, tidak dengan cara sendirian.

Akan tetapi, kenyataan yang terjadi adalah tidak semua pasangan suami-isteri memiliki visi yang sama. Dalam hal ini, ada suami yang sangat bersungguh-sungguh ingin ke surga tapi istrinya malah ogah-ogahan. Namun, ada pula sebaliknya, ketika istrinya rajin beribadah (sebagai bekal ke surga) suaminya justru seenaknya.

Dan fenomena ini tak hanya terjadi pada realitas sosial sekarang ini, dalam Al-Quran Allah memberikan contoh pasangan suami-istri yang seperti itu. Melalui kisah Nabi Nuh dan Nabi Luth, Allah memberikan ibrah bagaimana seorang manusia shalih (sekelas Nabi) yang istri-istrinya bermasalah (menantang perintah Allah dan nabinya). Kisah lain, tentang Asiyah seorang wanita yang hanif, yang menyelamatkan seorang bayi di sungai yang kelak menjadi nabi besar (nabi Musa), akan tetapi bersuamikan lelaki penantang Allah, musuh nabi dan lagi kejam terhadap rakyatnya, yaitu Fir’aun. Tentang Asiyah ini, Rosulullah SAW bersabda.

“Sebaik-baik wanita di alam semesta ada empat, yaitu!: Asiyah istri Fir’aun (Asiyah binti Muzahim), Maryam binti ‘Imran (Ibunda Nabi ‘Isa), Khadijah binti Khuwailid (istri Nabi Muhammad yang pertama) dan Fatimah binti Muhammad!”. (Hadits Riwayat Bukhari dan Tirmidzi).

Wahai pemudik surga, alangkah indah ketika sesampainya kita di rumah di kampung halaman, kita bisa berjumpa dengan orang-orang dekat, orang-orang yang kita cintai selama ini; orang tua, adik-adik, anak-anak  dan isteri kita. Tahukah kita, berjumpa dan bersama mereka di kala mudik tentu akan menambah nikmat kegembiraan.

Untuk itu, pandai-pandailah memilih partner mudik. Yaitu, ia yang memiliki visi surga, yang selalu menemani kita tetap terjaga, yang mengingatkan kita seandainya kita berbelok di jalan yang tidak semestinya, yang membantu kita dalam menavigasi, dan dengannya di samping kita, kita merasa lebih aman, tenang dan hati-hati sepanjang rute perjalanan.

Jadi, yuk ajak ia dan orang-orang tercinta untuk mudik bersama, mudik ke surga-Nya. Semoga Allah memudahkan perjalanan kita. Selamat mudik, salam untuk orang-orang tercinta.

Wallahua’lam

 mudik_by_andreasardy-d6dy8rr

Ilustrasi mudik dari deviantart.net

10 thoughts on “Mudik Bersama Ke Surga

  1. Amin ya rabbal alamiin. Suka sekali kak analoginya, terus kata-kata yang ini: pandai-pandailah memilih teman mudik.

    Semoga kita termasuk orang yang beruntung dan selalu di tuntun oleh Allah SWT hingga bisa mudik lancar ke surga. Amin .. {}

Leave a reply to oesdannur Cancel reply