Anak saya, Hanin. Dua hari yang lalu tepat berumur 18 bulan. Sejauh ini, melihat dan membersamai perkembangannya secara langsung membuat saya sering ngernyit dahi, getir-getir cemas, tapi selebihnya senyum-senyum sendiri.
Persis kata orang, merawat anak itu nyeni. Alias kalau ndak pinter-pinter sabar, yang ada pengin nyeneni (marah-marah) melulu. Ngga ding, merawat anak itu memang ada seninya. Disana ada; metode-proses, keindahan-kesedihan, dan yang pasti perjuangan.
Bicara tentang anak 18 bulan, kurang lebih sejak tiga minggu lalu nih anak mulai memasuki fase tantrum. Kalau menurut literatur yang saya baca bahkan ada anak yang memulainya sejak mereka berumur 15 bulan. Fase di mana sering tanpa sebab, si anak tetiba nangis dengan intonasi perlawanan. Sudah semacam anak-anak mahasiswa demo menjelang maghrib. Bawaanya emosi mulu. Semua solusi yang coba kita tawarkan, terasa tidak pas baginya. Kalau sudah begitu, apalagi terjadi saat menjelang tidur malam hari bisa-bisa memancing emosi bapak-emaknya yang endingnya tidur sendiri-sendiri.
Anak tantrum menurut saya adalah fase dimana anak sedang mengolah sisi emosional mereka. Maksudnya, emosi si anak sendiri dan tentu saja emosi mama-babanya. Mereka melakukan itu, karena ketidakmampuan (lebih tepatnya -belum mampu) mengekspresikan keinginan mereka melalui sikap dan kata-kata yang tepat. Anak saya sendiri, saat ini baru pada tahap menambah kosakata dan memahami perintah. Pun kalau merangkai kalimat, itu masih sangat terbatas. Paling mentok dibahasan predikat-obyek atau subyek-predikat. Misal;
Ma, emam >> maksudnya adalah Mama aku lapar, mau makan dong.
Ndi bak >> maksudnya adalah dia minta mandi tapi sambil nyemplung di bak (kolam mandinya). Dan seterusnya.
Maka tak heran, saya sebagai orang tua pemula terkadang kewalahan memahami maksud dan tujuan si anak. Wong memahami maksud dan tujuan emaknya aja lebih sering gagal. Hehe
Saya sepenuhnya sadar, sebagai suami maupun sebagai orangtua saya ini pemula. Makanya saya mau berbagi resep bagi kalian sesama pemula maupun calon pemula.
- Tetep WARAS sekaligus saling menjaga kewarasan bareng pasangan. Ini penting, bukan hanya soal mengurus anak termasuk juga mengurus relasi hubungan antara suami-isteri.
- Learn it. Mau ndak mau, menjadi orang tua itu bukan soal mengajari/mendidik anak saja, seyogyanya justru kitalah yang sebenarnya sedang bertumbuh. Dimana hasil pertumbuhan kita akan berdampak pada anak-anak. Kalau pertumbuhan kita baik, InsyaAllah proses belajar anak-anak juga baik.
Atau kalau misal Anda punya resep lain, silahkan berbagi cerita. Karena jujur saja, bagi seorang pria yang ndilalah sedang menjalani profesi menjadi ayah pemula terkadang bingung mau belajar dari mana. Nampaknya, tidak ada sekolahnya. Adakah?