Menarik membaca tulisan blogger keren nan heboh mas Febri ini. Saya merasa dejavu, dengan diri saya sendiri selama 2 tahun kebelakang.
Ya, kurang lebih seperti itu.
Tapi bedanya, kalau mas Febri lebih menyukai bekerja sebagai content writer kalau saya penginnya langsung jadi pengusuha, ndak muluk-muluk kok target saya. Minimal kayak om Jack Ma. Halah. 😀
Suweeer.
Sebagai bukti, saking saya tidak sukanya jadi ‘buruh’ dengan orang lain itu, ketika tawaran dari (mantan) perusahan sempat saya abaikan selama dua bulan lebih. Dan kalau bukan, karena;
“Mau makan pakai apa?”
Pasti, aku tidak akan mengambil tawaran itu.
Selepas lulus dari Turki, memang saya cukup idealis tapi minimalis. Idealis karena pengin mulai punya usaha, dan minimalis sudah barang tentu isi kantongnya (modal).
Hingga, akhirnya saya kehabisan modal. Padahal tabungan yang tidak seberapa itu, adalah tabungan saya selama di Turki.
Kemudian saya mencoba membalas email dari perusahaan tersebut setelah sekian lama saya biarkan. Perusahaan tersebut adalah perusahaan Turki, yang kebetulan mempunyai plant di Indonesia dan saat itu butuh talenta muda karyawan yang lulusan Turki. Entah bagaimana ceritanya, salah satu top management perusahaan tersebut bertemu dengan pengelola beasiswa (Turkiye Burslari) dan mereka merekomendasikan saya. Yang kebetulan cocok.
Singkat cerita, kemudian saya pindah planet. Ya, karena letak plant perusahaan tersebut di Indonesia ternyata di Bekasi.
Saya mulai bekerja. Dan saya menikmati. Meski, perlu banyak belajar. Gaji, alhamdulillah tidak ada masalah bahkan cenderung di atas rata-rata untuk standard industri yang sama.
Hingga akhirnya. Satu-persatu watak dunia ‘per-buruh-an’ gaya lama nampak.
Caper. Carmuk. Hingga (dibatasi) untuk berkembang.
Saya mencoba bertahan, tapi nampaknya tidak ada perubahan. Hingga, tiga bulan sebelum saya resign. Yang ada dalam pikiran saya waktu itu adalah bagaimana saya bisa pindah bekerja secepatnya. Ada tawaran beberapa, ada yang saya tindak lanjuti ada yang tidak. Yang tidak saya tindak lanjuti lebih karena jarak. Dan isteri saya itu orangnya kangenan (ndak mau LDM). Saya jadi ndak tega ningalin dia jauh-jauh. Yang perusahaannya tidak melanjutkan lebih karena saya minta gajinya kebanyakan (ngelunjak) padahal waktu itu udah interview dengan top management HQ di China sana.
Kemudian saya resign. Tanpa kepastian bakal kerja lagi di mana.
Tetapi ada dua hal yang menguatkan keputusan saya tersebut. Izin dari isteri dengan pertimbangan; mumpung tanggungan belum banyak (saat itu isteri belum ada tanda-tanda hamil). Kedua, tawaran project dari Bapak mertua.
Akhirnya, menjelang akhir tahun 2018 kemarin adalah hari terkahir saya di perusahaan tersebut.
Jalan tak selalu lengang. Pun nyatanya banyak berlubang.
Project yang ditawarkan Bapak mertua ternyata tidak semulus yang saya kira. Karena entah apa, tiba-tiba calon investornya menunda pencairan hingga sampai pasca pilpres. Padahal, saya dan tim sudah survei kesana kemari.
Ditambah belum ada dua minggu pasca resign (posisi saya waktu itu sedang survei lahan di Wonogiri) isteri ngasih kabar.
“Mas, aku positif”
“Alhamdulillaaaah….” dilanjutkan sujud syukur tiga kali.
Alhamdulillah, setelah delapan bulan ikhtiyar. Allah memberi.
Pasca sujud syukur kemudian saya termenung. Merenungi tiga hal; keputusan resign, project gagal, dan isteri hamil. Ketiganya, nampak tidak nyambung. Mencoba disambung-sambungkanpun. Susah. Tapi saya bersyukur.
Hingga akhirnya, saya kembali sibuk melamar pekerjaan lagi. Agak panik, takut kl gak ada yang nyangkut. Alhamdulillah, ada yang menyahut. meskipun selama proses tersebut saya tak lagi tenang. Kalian lak-laki waras tentu memahami banget jika di posisi ini.
Dua dari yang menyahut tersebut sempat membuat saya bimbang. Yang pertama, sebuah perusahaan tanker dengan gaji sesuai ekspektasi, tapi mesti belajar dari nol. Yang kedua, perusahaan konsultan yang bidangnya sama persis dengan background studi saya. Bahkan tema riset saya adalah main business mereka. Meski, gajinya sedikit lebih rendah.
Tapi, di tengah proses, ada tawaran yang lebih menarik.
Berkah silaturahim.
Diajak kemabali melanjutkan calon startup yang sempat tertunda dua tahun lalu oleh kakak sendiri. InsyaAllah dengan backup modal yang cukup. Diskusi kami berdua lancar, satu visi dan pemikiran. Restu dari keluarga kami berdua alhamdulillah kami dapatkan.
Ada hikmah, di balik ini semua. Persis yang dikatakan Bapak mertua saya suatu ketika.
“Rezeki itu urusan yang di Atas (Allah), urusan manusia hanyalah berusaha”
Ya. Jangan pernah letih kawan. Doakan kami juga. Karena kita, hanya perlu banyak-banyak berusaha. Dan berdoa. Jangan pernah takut mengambil keputusan besar.
Dan InsyaAllah, hari-hari saya akan fokus dengan ini. Tapi tetap, biar ilmu saya ndak nganggur saya mungkin akan mencoba mengajar (karena opsi inilah yang paling mungkin bisa paralel dijalankan bersamaan). Semoga ada kampus yang mau menerima, calon guru yang tidak punya pengalaman mengajar ini.
Sekedar sebagai catatan sejarah.