Tulisan yang sedang Anda baca ini adalah tulisan perdana dari janji Saya ke istri untuk kembali ‘memulai’ menulis. Ingat, ‘memulai’. Yang artinya, kalian jangan berharap banyak pada apa-apa yang diawali dengan kata memulai. Karena kata memulai, dalam thesis bisa dikata baru sebagai bab Introduction atau Muqadhimah, belum tentu bakal terus lanjut. Persis, seperti saat kalian ngerjain skrispi dulu. Setelah bab 1, belum tentu bergegas maju-maju ke bab selanjutnya. Hehe *maklum pengalaman.
Namun, satu hal yang pasti. Setelah ini, semoga saja istiqamah menulis terus yak, setujuuuh? 🙂
Baiklah, begini ceritanya.
Jadi, setelah sekian thiiiit (sensor) tahun laku diri menyendiri, tibalah waktu itu. Sepuluh Maret 2018, saya dengan si-dedek cantik (sengaja memuji, biar ada pete di menu makan besok hehe) Rifa Roazah resmi dan sah menjadi suami-isteri. Alhamdulillah.
Cerita tentang bagaimana saya berjumpa hingga berakhir di kursi pelaminan dengannya, sudah sedikit saya singgung di buku kami Asmaradhana. Pengin ikut baca buku itu? silahkan komen di bawah. Tiga komen pertama berhak akan mendapat buku tersebut, GRATIS!!!(hanya berlaku bagi mereka yang belum ikut giveaway buku yang sama sebelumnya)
Nah, kali ini.
Saya ingin berbagi, tentang pengalaman honeymoon atau sebut saja sebagai mbolang perdana kami setelah sah jadi suami isteri.
Tujuan mbolang kami adalah sebuah pulau paling eksotis di negeri ini. Mana lagi kalau bukan BALI. Terlalu mainstream? iya sih bagi sebagian orang. Tapi bagi saya, meskipun sudah beberapa kali kesana, tetap saja nggak ada bosennya njelajah tanah dewata itu. Apalagi, kali ini bersama teman hidup. Seorang perempuan yang saya berjanji kepadanya, berjuang-menemani-menghidupi kehidupan baik dalam suka dan duka.
Bali adalah destinasi paling realistis-romantis dibandingkan ke Kepulaun Togean, Babel, atau Lombok yang sempat masuk list kala itu.
Realistis, sebagai mantan anak kos dengan jam terbang tinggi, tentu saja kami berdua sudah terlatih untuk hidup realistis. Maka kemudian, hukum pertama termodinamika Kehidupan kami tetapkan. Yakni,
Rejeki tidak bisa datang sendiri dan tidak boleh dibuang begitu saja.
Tafsir hukumnya adalah dalam segala sesuatu, budget harus ditentukan diawal. Hidup kudu realistis. Karena realistis itu sendiri adalah cabang dari syukur.
Maka budget kami adalah, tidak boleh lebih dari 10 juta untuk 4-5 hari. Dan berdasarkan itung-itungan analisa reliability tabungan serta efek beruntun kedepannya apabila dipaksakan (karena setelah itu ada momen Ramadhan dan Lebaran), maka Bali adalah pilihan terbaik. Selain living cost yang masih cukup terjangkau, biaya untuk transportasi (pesawat dan selama disana) juga relatif lebih murah.
Romantis, selain mesti realistis kami sebagai manten anyar tentu saja tidak mau melewatkan masa-masa indah kasmaran di awal pernikahan. Maka kemudian, hukum kedua Kehidupan kami terapkan. Yakni,
Hidup di dunia bagai lewat saja, maka lewatilah dengan segala keindahannya.
Bagi kami, honeymoon yang oke itu, yang kami bisa merasakan setiap momen dengan indahnya. Kala digunung, nikmati segar dan dinginnya udara gunung. Kala di pantai, rasakan hempasan ombak yang berdebur. Kala diperjalanan, amati sisi-sisi kemanusian manusia yang muncul selama perjalanan. Romantis itu, yang tidak grusa-grusu semata-mata mengejar destinasi saja.
Waktu itu, lebih banyak waktu kami habiskan di daerah Ubud. Kami menginap di sebuah villa di pinggiran Ubud. Jauh masuk kedalam dari Ubud Center. Asoka Villa Ubud, namanya. Sebuah villa yang tenang lagi dilengkapi dengan pemandangan lembah yang eksotis. Kami sengaja memilih kamar dengan private pool. Selain lebih aman buat isteri, tentu jadi lebih bebas mau ngapa-ngapain. 🙂
Selain menikmati fasilitas hotel, kami juga sempat mampir ke Ubud Center. Nonton tari bali, hingga nemu burger enak disekitaran itu. Namanya Ubud Burger. Yang boleh jadi, burger dengan rasa paling enak yang pernah saya makan. Penasaran? coba aja. Terutama untuk menu burger green chillinya.
Pagi harinya, jalan-jalan ke bukit Campuhan, monkey Forest, hingga ke Tegalalang. Yang terakhir ini, sebenarnya tidak terlalu spesial bagi saya. Lha wong gimana lagi, di desa saya banyak yang seperti itu. Bahkan lebih baik.
Seperti yang saya katakan diawal. Selama di Ubud kami memang sengaja tidak terlalu ingin mengejar banyak destinasi, namun meski begitu mengabadikan momen-momen indah apalagi momen seperti honeymoon tentu tidak boleh terlewatkan. Apalagi, akan menjadi pengingat kelak nanti pas kami sudah jadi kaki-nini.
Nah, gawai yang kami untuk mengabadikan momen kala itu adalah dengan sebuah kamera dslr dan tentu saja dengan kamera handphone.
Hari ini, teknologi handphone sudah sangat maju. Untuk urusan fotografi, beberapa tipe kamera digital (kamera pocket) kini sudah tergusur oleh canggihnya teknologi kamera di handphone. Belum lagi, fitur teknologi lainnya.
Kemudian, sama seperti halnya menentukan destinasi honeymoon. Maka, inilah jawaban dari kaum milenial yang romantis tapi tetep realistis ketika mencari gawai idaman. *halah 🙂
Yaitu, jatuh pada Huawei Nova 3i
Alasannya,
- Harganya tidak macem-macem. Alias tidak bakal ngancem isi dompet kamu. Sebagai handphone yang masuk kelas mid-end ini dengan harga hanya sekitar 2 jutaan adalah sebuah pilihan yang paling realistis dibandingkan dengan kompetitor sekelasnya.
- Teknologi AI-nya membuat smartphone ini menjadi sebuah gawai yang benar-benar beyond ‘smart’ biasa. Hadirnya teknologi ini seakan semakin memudahkan kita. Karena secara tidak langsung, kita seperti dibantu ‘mikir’ oleh fitur smartphone ini. Seperti saat digunakan untuk identifikasi gambar, setting kamera, hingga optimasi hasil gambar. Enak bukan?
- Jeroan yang mumpuni. Saya termasuk pemakai gawai dari Huawei yang cukup militan, bisa dikata sejak dari tahun 2012 hingga kini. Alasannya cukup simple, awet dan bisa dihandalkan. Buat telefon atau data, OK. Karena smartphone ini dilengkapi AI untuk optimasi sinyal. Selain itu, sangat bisa diajak buat gaming, karena diperkuat GPU Turbo. Teknologi kayak begini, kalau di mobil itu semacam sebuah mobil diesel yang dilengkapi turbo. Selain handal, juga kencengnya minta ampun. Mantaaab kan?
- Terus-terus, soal storage. Ini yang lebih gilanya lagi. Hape dengan harga segitu, berani ngasih storage yang sangat longgar. Storagenya sama persis dengan besaran SSD laptop saya. Yakni, 128GB. Edaaan!
- Yang terakhir, sebagai kaum mileneal. Design yang ciamik adalah opsi yang paling penting. Liat saja sendiri. Barangkali, kalau Zulaikha hidup di era sekarang, ia pun juga bakal tergoda oleh Huawe Nova 3i ini juga. Cakepnya minta ampun.
Itulah,
Kalau mau momenmu mau indah selalu, ingat selalu rumus-rumus kehidupan itu. Biar beli hape rasa honeymoon. ^^
Ojo mekso, lan ojo dumeh.
Tulisan ini diikutan dalam giveaway oleh blognya Jiwo
Gambar dari huawei.com