Anak Tantrum

Anak saya, Hanin. Dua hari yang lalu tepat berumur 18 bulan. Sejauh ini, melihat dan membersamai perkembangannya secara langsung membuat saya sering ngernyit dahi, getir-getir cemas, tapi selebihnya senyum-senyum sendiri.

Persis kata orang, merawat anak itu nyeni. Alias kalau ndak pinter-pinter sabar, yang ada pengin nyeneni (marah-marah) melulu. Ngga ding, merawat anak itu memang ada seninya. Disana ada; metode-proses, keindahan-kesedihan, dan yang pasti perjuangan.

Bicara tentang anak 18 bulan, kurang lebih sejak tiga minggu lalu nih anak mulai memasuki fase tantrum. Kalau menurut literatur yang saya baca bahkan ada anak yang memulainya sejak mereka berumur 15 bulan. Fase di mana sering tanpa sebab, si anak tetiba nangis dengan intonasi perlawanan. Sudah semacam anak-anak mahasiswa demo menjelang maghrib. Bawaanya emosi mulu. Semua solusi yang coba kita tawarkan, terasa tidak pas baginya. Kalau sudah begitu, apalagi terjadi saat menjelang tidur malam hari bisa-bisa memancing emosi bapak-emaknya yang endingnya tidur sendiri-sendiri.

Anak tantrum menurut saya adalah fase dimana anak sedang mengolah sisi emosional mereka. Maksudnya, emosi si anak sendiri dan tentu saja emosi mama-babanya. Mereka melakukan itu, karena ketidakmampuan (lebih tepatnya -belum mampu) mengekspresikan keinginan mereka melalui sikap dan kata-kata yang tepat. Anak saya sendiri, saat ini baru pada tahap menambah kosakata dan memahami perintah. Pun kalau merangkai kalimat, itu masih sangat terbatas. Paling mentok dibahasan predikat-obyek atau subyek-predikat. Misal;

Ma, emam >> maksudnya adalah Mama aku lapar, mau makan dong.

Ndi bak >> maksudnya adalah dia minta mandi tapi sambil nyemplung di bak (kolam mandinya). Dan seterusnya.

Maka tak heran, saya sebagai orang tua pemula terkadang kewalahan memahami maksud dan tujuan si anak. Wong memahami maksud dan tujuan emaknya aja lebih sering gagal. Hehe

Saya sepenuhnya sadar, sebagai suami maupun sebagai orangtua saya ini pemula. Makanya saya mau berbagi resep bagi kalian sesama pemula maupun calon pemula.

  1. Tetep WARAS sekaligus saling menjaga kewarasan bareng pasangan. Ini penting, bukan hanya soal mengurus anak termasuk juga mengurus relasi hubungan antara suami-isteri.
  2. Learn it. Mau ndak mau, menjadi orang tua itu bukan soal mengajari/mendidik anak saja, seyogyanya justru kitalah yang sebenarnya sedang bertumbuh. Dimana hasil pertumbuhan kita akan berdampak pada anak-anak. Kalau pertumbuhan kita baik, InsyaAllah proses belajar anak-anak juga baik.

Atau kalau misal Anda punya resep lain, silahkan berbagi cerita. Karena jujur saja, bagi seorang pria yang ndilalah sedang menjalani profesi menjadi ayah pemula terkadang bingung mau belajar dari mana. Nampaknya, tidak ada sekolahnya. Adakah?

Yang Dihindari Justru Mendekat

Dalam hal pekerjaan, saya pernah punya semacam batasan-batasan. Diantaranya; tidak mau yang terlalu terikat dengan waktu alias flexible (misal; nine to five). Menghindari dunia industri manufaktur. Hingga menjauhi bidang yang terkait pemasaran (sales & marketing). Tapi itu dulu. Sekarang nampaknya sudah mulai berdamai dari hal itu.

Lhadala. Persis seperti judul tulisan ini. Yang dihindari justru malah mendekat. Seminggu sebelum kepulangan dari Turki, saya justru mendapat tawaran (yang kemudian saya ambil setelah sekian bulan saya endapkan) untuk bekerja di dunia manufaktur. Yang kerjanya tidak lagi nine to five tapi lebih parah eight to five malah kadang eight to eight. Untungnya, saya membidangi di divisi yang lumayan saya sukai.

Lepas dari sana. Bersama dua orang, saya mendirikan usaha sendiri. Soal waktu tentu flexible, industrinya saya banget, tapi sebagai usaha rintisan yang karyawannya masih bisa dihitung jari. Saya mau gak mau harus mengurusi soal pemasaran. Karena kawan saya yang dua orang lagi fokus di operasional yang secara waktu beda lima jam dari saya. Nah di sini, saya harus belajar. Selain belajar bagaimana cara terbaik komunikasi saat memberikan tawaran ke klien, juga belajar untuk siap kecewa. Kecewa kalau tawaran saya ditolak. Kalau kata, kyai saya: Kudu tebal rai.

Baru belajar beberapa kali ditolak, ehh udah pandami aja. Alhamdulillahnya, dalam perjalanan belajar itu setidaknya saya berhasil menggait lima klien yang cukup potential.

Sekarang. Kembali saya ke pekerjaan yang berpotensi akan mengalami penolakan demi penolakan kembali. Tapi semoga aja tidak. Semoga mulus-mulus aja. Bergerak di industri retail bidang pemasaran, tentu sangat jauh dari background keilmuan saya. Tapi, saya melihat ada potensi besar. Karena masih searah dengan usaha rintisan saya. Yang kelak sewaktu-waktu saya purna dari perusahaan, saya bisa mengsinergikan dengan jejaring pemasaran yang sedang saya bangun ini.

Hari ini, adalah Jumat ke-empat setelah resmi jadi buruh korporat lagi. Alhamdulillah, sudah dua kota yang siap masuk ke jejaring distribusi. Artinya, masih ada 500an lagi kabupaten/kota seluruh Indonesia. Tentu, bukan pekerjaan yang mudah.

“Hey anak muda, life is not so easy!” kalo kata bos saya.

Kata-kata bos besar setelah program usulan saya ditolak mentah-mentah olehnya di hari pertama saya bekerja.

Pelajaran Hidup No. 24

Pelajaran Hidup : Ingatkanlah Ia!

Tadi. Selepas makan siang, saya mampir ke sebuah gerai minimarket tak jauh dari kantor. Seperti biasa, ambil barang yang saya inginkan kemudian bayar.

“totalnya tujuh belas ribu ….. pak” kata mbak kasir, kepada saya yang tengah sibuk lihat notifikasi hape.

“ini mbak” sembari memberikan uang pas senilai tujuh belas ribu rupiah yang kemudian dia tukar dengan struk dan barang belajaan saya. Sekilas tidak ada yang aneh.

Saya kemudian lekas menuju arah pintu keluar. Kira-kira selangkah sebelum pintu, saya merasa ada yang mengganjal.

“mbak tadi habis berapa ya?”

“tujuh belas ribu tujuh ratus pak”

“berarti saya kurang tujuh ratus dong. kok ngga ditegur sih mbak” bukannya menjawab, mbaknya malah semakin kikuk padahal jelas saya yang salah dalam hal ini.

….

Dulu, di seputaran tahun 2012 awal-awal studi di Turki. Pernah membuat semacam genk dengan beberapa mahasiswa lain di sana. Kegiatan dari genk ini bukan untuk nongkrong-nongkrong minum cay di jembatan Eminonu atau kumpul-kumpul di depan Grand Bazar sambil nyuitin cewek-cewek Turki. Jelas bukan. Cuma ngadain pengajian online pekanan. Dengan pembicara para asatidz yang kami kenal baik dari Indonesia maupun belahan bumi lainnya. Dan dari kegiatan kami itu, menginspirasi pengajian-pengajian online lain yang diadakan rutin oleh genk-genk lainnya. Yah, makin banyak genk justru semakin baik. Yang penting produktif dan dalam kebaikan.

Akan tetapi dalam perjalanan. Genk saya ini terlibat pertikaian dengan salah satu genk. Pertikian personal yang merembet ke fitnah lembaga dan seterusnya. Usut punya usut. Pemicunya adalah percikan dari salah seorang genk saya yang menyulut minyak mereka. Isu yang cukup sensitif bagi mereka tapi sangat prinsipil bagi temen saya. Kemudian saya menegur temen saya.

“kang, semangat antum ber nahi mungkar kayaknya perlu direm dulu deh. kita fokus ber amar makruf aja di sini. kan ngga enak, masak jauh-jauh dari kampung malah mancing keributan”

“ndak bisa. salah ya tetep salah”

……

Saya adalah pengamal NU sedari kecil alias NU kultural yang kemudian tumbuh bersama kawan-kawan gerakan dari berbagai elemen selama di Jogja. Tentu terbiasa untuk nyantai dalam hal-hal tertentu. Terbiasa yang moderat-moderat hangat tapi ndak sampai liberal bebal. Gas poll kenceng ayo, alon-alon ya monggo bisa diatur. Tentu, saya kurang sreg dengan metode dakwah temen saya itu. Seperti kurang sregnya gaya dakwahnya ormas agama yang dilarang belum lama ini. Meskipun saya menyayangkan kenapa pula sampai dilarang bahkan dituduh macam-macam. Bahkan pimpinannya sampai sekarang pun juga terpenjara dengan sangkaan yang jelas berstandard ganda. Dalam hal ini, semoga Allah segara tunjukkan keadilan.

…….

Kalau seandainya di cerita pertama, saya tidak eling dengan sendirinya ditambah mbak-mbaknya juga tidak mengingatkan. Tentu, perbuatan saya -kurang bayar belanjaan- akan membawa sebuah kemudhorotan baru. Dari si-mbaknya yang kena tegur atasan bahkan sampai nombok secara finansial. Barang yang saya belipun menjadi samar-samar halal-haramnya.

Kemudian saya berfikir. Terkadang, saat kita atau kawan kita berbuat salah belum tentu ada unsur kesengajaan di sana. Kita ini manusia. Boleh jadi, sebab hal: alpa, lupa, dan ketidaktahuaanlah yang menjerumuskan kita kejurang kemungkaran. Tanpa sadar.

Maka, mari kita bersyukur. Apabila ada dari kawan kita yang mulutnya cerewet lagi pedes mampus. Yang rela buang-buang energi untuk mengingatkan kita. Yang berani mengatakan tidak ya tidak. Tidak main aman dengan diam. Bahkan ngumpet di belakang. Mari kita syukuri hal itu. Karena barangkali, pintu surga kita nanti melewati pintu-pintu mereka itu.

Teringat sebuah hadist:

Perumpamaan pelaksana hukum Allah (mengingkari kemungkaran) dan melanggarnya (orang yang terjerumus dalam kemungkaran), bagaikan sekelompok orang yang melakukan undian (untuk menentukan tempat yang akan ditempati) pada sebuah kapal. Sebagian mereka mendapat tempat pada bagian atas, dan sebagian yang lain pada bagian bawah. Orang-orang yang menempati bagian bawah, ketika ingin mengambil air, harus melewati orang-orang yang berada di bagian atas. Lalu mereka berpendapat, kalaulah kita melubangi yang bagian kita satu lubang, tentu kita tidak akan merepotkan orang-orang yang berada di bagian atas. Jika mereka membiarkan orang-orang itu melakukan apa yang mereka inginkan, mereka akan celaka semuanya. Dan jika dapat menghentikan mereka, mereka akan selamat, dan selamat semuanya. (HR. Bukhari)

Pelajaran Hidup No. 23

2020: Singkat, Padat, (gak) Jelas

Halo…

Bagaimana kabar 2020 kalian? apakah bernasib seperti judul tulisan di atas? hehe *pait aseli*

Baiklah, di tulisan ini saya hanya mau sedikit sharing perjalanan selama setahun ini. Apa-apa yang masih teringat sepanjang tahun kemarin. Temen-temen boleh juga share pengalamannya, siapa tau ada pengalaman yang lebih berwarna.

JANUARI

Bisa dikatakan, saya memulai tahun 2020 dengan cukup sumringah. Tentu, selain karena resmi jadi Baba bagi anak perempuan saya, Hanin. Bisnis yang saya rintis sejak awal 2019 berjalan sesuai dengan planning, bahkan melebihi target. Setidaknya, dalam bilangan kurang dari setahun sudah berdiri sebuah sister company dan berhasil mengakuisisi sebuah perusahaan temen di Jogja. Sebagai mantan buruh, yang karir terakhirnya hanya mentok di level middle management kemudian beralih jadi CEO di 2 perusahaan level kelas tenggiri teri. Sebuah lompatan karir, yang sebenarnya baru akan saya realisasikan di tahun 2022. Lebih cepat 3 tahun.

FEBRUARI

Bulan ini, secara resmi menempati ruang kantor baru, hasil make up garasi rumah mertua. Pindah dari sebelumnya di daerah Jakarta Pusat, yang jarak tempuh dari rumah cukup bikin encok, nyeri punggung, dan pegal linu *halah. Di bulan ini pula, perusahaan resmi nambah satu divisi yang khusus pengembangan teknologi.

Hikmah, ngantor di rumah sendiri :
-bisa digangguin main sama anak
-bebas macet
-bisa bangun/tidur siang
-ngopi-makan sepuasnya

Diakhir bulan, lebih tepatnya tanggal 26 Februari 2020 atau seminggu sebelum kasus pertama covid di Indonesia diumumkan, secara resmi operasional (divisi service) perusahaan berhenti sementara. Sebab utamanya penerbangan international dibatalkan. Otomatis PO-PO customer dari divisi ini juga semuanya di-pending dan bahkan dicancel. Tapi, alhamdulillahnya tidak ada direct losses akibat kejadian tersebut.

MARET

Mulai beralih jualan, yang sebelumnya hanya bisnis sampingan. Pada bulan ini karyawan tetap berusaha dipertahankan, kecuali tim lapangan yang memang sistem gajiannya per job. Manajemen inti, resmi tidak gajian. Kas perusahaan buat modal jualan dan cadangan operasional.

Pada level ini psikologi istri masih aman. Maklum, bulan kemarin saya masih sempat bilang ke dia dengan cukup optimis “Ma, sepertinya mudik tahun ini pakai mobil sendiri dan InsyaAllah akhir tahun ada dana untuk DP lahan” yang disambutnya dengan ngelendot sambil bilang “Aamiin, adek makin cinta….”

APRIL

Berkah Ramadhan, penjualan lagi puncak-puncaknya. Meskipun hasilnya hanya cukup untuk operasional. Pandemi masih menggurita, tidak seperti perkiraan kalau Covid ini bakal seperti SARS/MARS yang hilang sendiri.

MEI

Bulan menyedihkan. Beli mobil. GAGAL. Mudik GAGAL. Harapan beli lahan, apalagi. Jualan turun drastis. Dampak covid benar-benar diluar bayangan. Bahkan untuk selevel pemerintah sekalipun. Anda, sudah pasti mengerti se-gagap apa pemerintah kita menanggapinya di bulan-bulan ini bahkan sampai sekarang (?).

Kemudian, Istri mulai bertanya.

JUNI

Alhamdulillah dapat tawaran pekerjaan. Menjadi konsultan R&D pengembangan produk yang sama persis sewaktu masih bekerja di sebuah perusahaan asing. Awal agak ragu dengan tawaran tersebut, karena selain sudah lama tidak menyentuh dunia itu lagi, juga sewaktu masih bekerja tidak terlalu serius mendalami ‘resep rahasia’ teknologi produk tersebut. Tapi mengingat, angka kontrak yang saya minta dan disetujui oleh klien. Makanya, rela dibulan ini untuk mulai baca-baca dan riset lagi. Sudah semacam mahasiswa tingkat akhir, yang dikejar-kejar karena mau habis batas studinya. Galau, tidak fokus, ngemil banyak. Bahkan sampai habis 2 box extrajoss buat dopping lembur malam hari.

JULI

Sampai H-1 draft modul R&D baru jadi 80%. Saya hired teman saya yang kebetulan alumni dari perusahaan yang sama dan memang ahlinya dibidang material (yang kebetulan saya kurang menguasai). Bismillah, akhirnya kami nekat berangkat ke Bandung untuk persentasi di depan klien, karena selain diminta untuk membuat prototype produk kami juga diminta untuk membantu proses manufacturingnya.

Malam harinya, saya masih berkutat untuk menyelesaikan sisa yang 20%, yang itu adalah inti dari modul yang kami susun. Ada formula yang saya rasa masih kurang pas. Tapi, qadarallah tepat shubuh pagi, formula itu ketemu juga. The power of kepepet Allah memang luar biasa.

Singkat cerita, klien saya cukup puas. Meski, project belum bisa lanjut sesuai timeline karena klien belum siap dengan peralatan yang sebelumnya kami minta. Tapi, pembayaran tahap pertama sudah kami terima, lalu balik ke Jakarta dengan cukup sumringah. Tak lupa kami mampir rest area 87 untuk membeli bingkisan untuk keluarga.

Sampai rumah, disambut kopi hangat bikinan isteri dan senyumnya yang tak kalah hangat. Cukup hot malah. Alhamdulillah.

AGUSTUS

Belum ada kabar lanjutan dari klien terkait project tersebut. Mereka masih berkutat soal budget pembelian peralatan. Saya merekomendasikan alat-alat dari Swiss, bossnya pengin dari Cina, tapi timnya malah sibuk korespondensi dengan manufaktur dari India. Singkatnya, Mbulet gegara budget.

Di bulan ini, kami Alhamdulillah bisa mudik sekeluarga pakai mobil sendiri mertua. Lumayan. Mimpi yang tertunda haha

Namun sedihnya, akibat jarang olah raga, banyak ngemil, dan ketrigger dopping extrajoss sewaktu riset untuk project Bandung badan mulai merasakan keanehan yang tidak jelas. Cirinya; sering kencing malam hari, badan lemas setelah bangun tidur khususnya di pagi hari, sampai penurunan berat badan secara drastis (turun 10 kg). Dan benar sesuai dugaan, kena DM. Innalilahi.

SEPTEMBER

Dan saya di bulan ini, alhamdillah ditawari untuk jadi konsultan pengembangan sebuah pesantren milik seorang Kiai besar, beliau ini teman karibnya Gus Dur. Lha kok tiba-tiba ngurusin pesantren? alasan saya:

  1. Yang minta kyai.
  2. Yang diminta kesaya adalah terkait pengembangan life skill berbasis teknologi.
  3. Kesempatan ini, adalah barangkali menjadi momen saya untuk nyantri dan senyata-nyatanya khidmah ke kyai dan umat. Sebagai orang negeri (yang sedari kecil sekolah hingga kuliah di sekolah negeri melulu) saya memang sudah lama pengin nyantri, setidaknya biar lebih PD pas shalat berjamaah bareng isteri.
  4. Namun pembiayaannya saya diminta nyari sendiri. Karena, sekali lagi dampak covid ini luar biasa. Efeknya juga merambah ke pesantren-pesantren yang pembiayaanya tergantung dari orang tua santri.

Di Bulan ini, kembali ada berita sedih. Salah seorang keluarga kami (om-nya isteri) meninggal karena covid. Apalagi dari awal rujuk ke RS sampai mengantarnya ke makam kami terus mendampingi. Tak menyangka, si covid tak hanya menganggu cashflow juga andil dalam terpisahnya dengan orang tercinta.

Maka, Isteri kembali bertanya.

OKTOBER

Belum ada perkembangan signifikan. Project Bandung dengan sisa pembayarannya belum terlihat hilal-nya. Boleh jadi, klien juga sedang menahan diri untuk tidak buang-buang uang untuk investasi di masa-masa seperti ini.

Kas perusahaan saya sendiri mulai minus, bahkan sejak 2 bulan yang lalu. Untuk pembiayaan divisi teknologi. Mencoba bertahan berharap akan diganti ketika iklim bisnis membaik. Ternyata tidak. Masih terpuruk. Penerbangan internasional masih sering buka-tutup.

Di bulan ini pula, divisi teknologi kami bekukan. Karyawan terpaksa saya berhentikan sementara sampai waktu yang belum ditentukan. Padahal aplikasi yang kami kembangkan masih jauh dari sempurna, baru 70% saja.

Kemudian, saya berikhtiar untuk mencoba apply pekerjaan lagi. Saya aktifkan kembali akun jobstreet yang sudah saya tinggalkan sejak resign 2 tahun lalu.

NOVEMBER

Belum ada perkembangan signifikan. Semakin bosan dengan status ‘tanpa penghasilan tetap’. Akan tetapi, jadi lebih sering bertemu dengan orang-orang hebat di negeri ini. Dari pejabat-pejabat kementrian yang jujur dan amanah, pengusaha-pengusaha yang totalitas kepada keumatan, hingga teman-teman lama yang kembali bertemu. Yang InsyaAllah di tahun depan siap berkolaborasi.

Istri makin sering bertanya.

DESEMBER

Kurang lebih sama. Isteri makin sering bertanya dan merasa sedih di saat yang sama.

….. itu cerita saya. Bagaimana dengan kalian?

PROLOG

Bila ada dua kata, maka izinkan saya berkata dua hal ini kepada istri saya. Ibu dari anak saya.

Maaf

Maafkan suamimu, yang telah membuatmu merasakan salah satu dari ‘dua syarat’ sebelum kita mengikat dalam mitsaqan ghaliza dulu lebih awal dan agak lama. Yakni, siap untuk berjuang bersama dalam suka dan duka (gelem diajak rekoso). Keputusan untuk resign dari pekerjaan hingga berwirausaha yang terlalu cepat, tanpa menyiapkan emergency fund yang cukup. Ditambah cicilan yang belum selesai. Ini murni, mismanajemen ditambah bumbu egoisme seorang laki-laki yang digoreng dan digosongkan oleh pandemi. Menghasilkan pepes ikan teri gosong yang tak sedap dinikmati. Maafin mas ya. Lain kali, mas masakin sambal teri favoritmu. Dengan cabe gila, bawang dan teri pilihan.

Salim. Minta maaf. Kecup kening tiga kali.

Terima Kasih

Terimakasih, sudah menjadi setengah jiwa, pendamping hidup, pemilik skor ngambek lebih banyak dari saya, isteri dan ibu yang luar biasa.

Terimakasih, sudah menggantikan tugas sementara memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Terimakasih, untuk sabar dan cintanya.

Love You.

Dari (ngaku) seorang filsuf yang belum menemukan hakikat sesungguhnya sepanjang 2020.

Mama Hanin #CeritaBaba (2)

WhatsApp Image 2019-11-04 at 19.26.18

Barangkali, setelah Tuhan yang Maha Pemberi, sosok wanita inilah yang sudah semestinya saya banyak berterima kasih kepadanya.

Orangnya cantik, masakannya juga makin enak.

Namanya, Mama Hanin.

Tentangnya, silahkan berkelana ke blog-nya atau kalau kalian sudah baca buku kami sedikit cerita tentangnya pernah saya ungkap di sana.

Tapi, pada tulisan ini saya hendak menuliskan hal-hal tentangnya yang baru saya ngeh setelah menikah utamanya ketika masa-masa hamil anak kami. Seperti kata orang bijak, mengenal pasangan adalah pekerjaan sepanjang hidup.

Kabar perihal kehamilan isteri saya, tepat menjelang tahun baru 2019 atau seminggu setelah saya resmi resign dari kantor.

Kabar kehamilan isteri, resmi non-job, dan status (calon) pengusaha waktu itu adalah kombinasi yang bikin galau para lelaki yang sebentar lagi akan menerima amanah baru. Tapi kegalauan itu, serapat-rapatnya saya tutup. Sedikit menyesal mengambil keputusan tersebut waktu itu. Tapi Bismillah. Toh, keputusan itu adalah keputusan yang kami pikirkan masak-masak (tentu kehamilan anak kami ini di luar skenario).

Perihal kehamilan isteri, alhamduillah berjalan sangat lancar sepanjang 38 minggu kehamilannya. Seingat saya, tidak terlalu banyak drama. Paling, pada trimester pertama isteri saya agak males dengan saya. Lebih sensitif baik kepada sikap maupun aroma tubuh saya. Ini aneh. Padahal sebelum dia hamil, salah satu hobinya adalah ngendus-endus aroma tubuh saya. Untung, saya cukup rajin mandi.

Dia juga jadi lebih sensitif ke soal bumbu masakan. Mual katanya. Baiklah tak apa, jadi selama kehamilan kami lebih banyak jajan di luar atau sesekali saya yang memasak.

Ala kadarnya. Tapi enak.

Soal mual ini, sebenarnya cukup kasihan juga waktu itu. Karena dia tak lagi bisa menikmati kopi kesukaanya.

Trimester kedua, mual-mual sedikit berkurang. Tapi soal sensitif nampaknya masih melekat. Tiap weekend, ada saja drama. Tanpa sebab maupun dengan sebab.

Kalau sudah begini, saya jadi teringat wejangan almarhummah Ibuk.

“Dadi wong kuwi, sing dowo ususe le”

Maksudnya, ketika kelak kita jadi orang, baik itu berperan sebagai suami, orangtua, pemimpin dan sebagainya kuncinya agar senantiasa sakin adalah dengan maintain kesabaran (dowo ususe). Selain itu, sabar adalah tips sukses kita untuk menjaga kewarasan.

Trimester ketiga, alhmadulillah mual dan sensitif isteri sudah semakin terkendali. Tapi soal kopi dan bumbu masakan masih jadi pantangan. Meski kandungan di perutnya makin membesar, tapi justru dari wajahnya makin nampak segar. Kalau kata orang-orang, itu tanda anak kami perempuan. Tidak begitu terkejut, wong di akhir trimester kedua kami sudah dikasih tau soal itu oleh dokter.

Pada fase ini, nampak muncul ketegaran seorang ibu dari isteri saya. Udah kelihatan jiwa emak-emaknya. Seperti ada kekuatan yang tiba-tiba muncul menjelang kelahiran anak kami. Ia mulai intens membaca banyak rujukan tentang proses persalinan, mengasuh anak, hingga belanja segala kebutuhan pada awal-awal kehidupan bayi.

Jadi, secara persiapan isteri saya nampaknya lebih sigap. Dari persiapan ilmu hingga mental. Bahkan, seringkali saya dipaksa untuk ikut nimbrung menyimak soal pola asuh anak dan lain sebagainya. Diminta ngefollow akun emak-emak influencer tentang asi hingga komunitas bapa-bapak yang peduli asi.

Berbeda jauh dengan saya. Bila isteri mulai nampak jiwa emak-emak, maka para suami tetaplah berjiwa anak-anak.

Untuk persiapan, saya lebih mengalir saja sambil mengkoreksi planning dari isteri. Tapi soal diminta nge-follow akun ini itu, sebenarnya setengah hati. Maklum, kuota saya nampaknya sudah punya porsi sendiri, yaitu nonton One Piece, review gadget dan otomotif. Hehe

Tapi, satu hal yang pasti dan wajib saya lakukan dari trimester pertama bahkan hingga sekarang. Tidak membuat isteri tambah stress. Mengurangi bagus, menambahi stress jangan sampai. Paling tidak itu.

Karena, sifat dasar perempuan di dunia ini sama. Semua hal mereka pikirakan. Dan mengandung, melahirkan, hingga mengasuh anak adalah hal yang cukup menyita pikiran isteri.

Dan tugas kita (sebagai suami), adalah mengurangi beban dan memperlancar jalan pikir isteri. Dengan menambah prosesor, RAM dan tentu saja mengurai bug-bug yang menjadi penghambat.

Cukup sesimple itu. Teorinya.

Hingga tibalah, saat kelahiran Hanin. 27 Agustus 2019.

Saya bisikan kepadanya sebelum ia dibawa ke ruang operasi,

“Bismillah, kamu bisa dek”

Sambil berdebar hati, menunggu tangisan pertama dari si-jabang bayi. Prosesnya cepat, tak lama setelah saya selesai shalat hajat malam itu di mushola rumah sakit.

Alhamdulillah, isteri dan bayi aman terkendali. Meskipun, ada isiden yang tidak disengaja, saat saya mengazani baby hanin. Saya mengazani dalam posisi kebalik, maklum semacam syndrom grogi pengalaman punya bayi sendiri.

Maka kemudian, Isteriku. Mama Hanin.

Makasih sudah bersedia untuk repot, galau, dan sigap mengandung, menyambut, hingga melahirkan anak kita. Hanin adalah karunia terbesar di tahun ini. Setelah tahun kemarin, memilikimu.

I love both of you

Baba